Penulisan press realease kehumasan dan berita di media massa memiliki persamaan dalam teknik penulisannya. Sedangkan yang membedakannya adalah bingkai atau prespektif berita yang dibuat.
“Pada press realease, bingkai pemberitannya bukan hanya untuk memberikan informasi, tetapi juga bertujuan untuk membranding lembaga, instansi atau organisasi tersebut melalui tulisan,” ungkap Reporter Tim Newsroom Humas Dinas Pendidikan Jawa Barat (Disdik Jabar), Nizar Al Fadillah pada Webinar bertema “Branding Melalui Tulisan” yang digelar oleh trustmePR, Sabtu (10/3/2020). Ada dua materi yang dibahas dalam tema tersebut, yakni teknik penulisan press realease dan tips membuat captioan yang menarik.
Nizar menjelaskan, kaidah jurnalistik yang harus diterapkan dalam penulisan press realease meliputi memiliki nilai dan memenuhi unsur berita, aktual, berstruktur piramida terbalik, menerapkan kalimat efektif dan efisien juga faktual.
“Jangan sampai karena sifatnya branding, penulisan release tidak sesuai dengan fakta yang ada (tidak faktual),” ungkapnya.
Ia menuturkan, perkembangan teknologi sangat menunjang branding melalui tulisan. Sebab, seseorang ataupun instansi dapat membuat medianya sendiri, baik melalui media sosial maupun web. Sehingga, ia menganalogikan bahwa kehumasan saat ini merupakan ‘miniatur media massa’ bagi instansinya sendiri.
Ia pun mendorong kehumasan untuk terus berinovasi. “Jika kehumasan sudah bisa memaksimalkan penulisan release, ke depannya bisa dicoba juga untuk membuat rubrik yang lain, seperti sosok atau tulisan feature,” ungkapnya.
Sedangkan pada materi selanjutnya, Nizar memaparkan, hal utama yang harus diperhatikan untuk membuat caption yang menarik untuk branding adalah kenali identitas brandnya terlebih dahulu.
“Identitas apa yang mau ditonjolkan di media sosial, itu yang harus dipastikan dulu,” jelasnya.
Menurutnya, identitas yang akan dikenalkan pada khalayak dapat dilihat dari minat ataupun bakat, bahkan kesukaan seseorang. Selain itu, dalam pembuatan caption, Nizar menegaskan untuk dapat menggunakan bahasa tutur.
“Karena caption yang kita tulis di media sosial, bukan hanya bacaan semata, melainkan juga menjadi media komunikasi dengan audience. Jadi tidak usah kaku, usahakan menggunakan bahasa tutur atau bahasa obrolan,” katanya.
Menggunakan bahasa obrolan yang memberikan kesan santai, dinilainya cukup efektif untuk dapat menarik perhatikan khalayak. Namun demikian, Nizar menuturkan, penulisan caption tetap harus taat dan menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Pemilihan bahasa tutur ini, jelas juga perlu menyesuaikan dengan audiencenya. Baik keperluannya untuk personal ataupun corporate branding, sesuaikanlah bahasa saat berinteraksi dengan audience,” Pungkasnya.
Semua orang dapat berbicara di depan umum. Namun, tidak semua orang mampu berbicara dengan menarik. Itulah kalimat pembuka yang disampaikan trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti dalam Pelatihan Online Public Speaking digital trustmePR, yang dilaksanakan melalui daring pada Sabtu (05/09/2020).
Dyah menuturkan, Public Speaking merupakan seni berbicara di depan umum dengan menggunakan teknik persuasif, sehingga orang yang mendengarkannya tertarik untuk merubah perilaku sesuai dengan apa yang disampaikan komunikator. Ketika seseorang berbicara menggunakan Teknik public speaking, maka tidak akan ada kesan membosankan, dan audience akan tetap mendengarkan.
Lanjut Dyah, public speaking merupakan kemampuan yang dapat diasah dan dilatih secara terus-menerus. Dyah membagikan pengalamannya saat berlatih public speaking yaitu dengan berbicara sendiri di depan kaca. Hal tersebut dinilainya cukup efektif untuk dapat memupuk atau menambah rasa percaya diri. Setelahnya adalah, dengan terus menambah wawasan, dan selalu belajar dari kesalahan.
“Kita sering lihat orang-orang berbicara. Pernah gak sih teman-teman menghadiri suatu seminar, dan merasakan bosan atau mengantuk? Jika demikian, maka ada yang salah dengan si pembicara. Kesalahan ada pada cara penyampaian pesannya. Atau bisa dikatakan, si pembicara tidak memahami Teknik public speaking,” ujarnya.
Lebih jauh, Dyah menjelaskan berbagai manfaat public speaking. Menurutnya, public speaking merupakan penunjang bagi siapapun dengan profesi apapun. Dengan menguasai Teknik public speaking, maka seseorang akan mampu menyampaikan gagasan dengan efektif, juga dapat menjadikan seseorang menjadi lebih kompeten dan menambah rasa kepercayaan diri untuk berhadapan dengan orang lain.
Dyah menjelaskan, pembeda antara public speaking yang dilakukan secara offline dan online (digital), adalah pada media yang digunakan. Sementara itu, secara Teknik keduanya masih sama. Beberapa Teknik yang perlu diperhatikan yaitu seperti intonasi, artikulasi, phrasing, stressing dan infleksi.
“Jadi jangan sampai kita membedakan antara keduanya. Misal karena berbicara depan kamera dan merasa sendirian, ketika melakukan public speaking digital atau secara online, power atau semangat kita menurun. Intonasinya asal-asalan. Lah kalau kaya gitu, gimana audience akan betah mendengarkan kita?,” kata Dyah.
Sementara itu, Dyah membagikan berbagai tips agar lancar berbicara di depan kamera. Poin pertama yang Ia sampaikan yaitu perihal penampilan. Menurutnya, meski tidak dilihat secara langsung oleh audience, berpenampilan rapih adalah kunci agar tetap terlihat menarik. Selain itu, berpikir positif. Karena menurutnya, jika berpikir negatif, maka kita akan kehilangan fokus. Pun juga menambah jam terbang.
“Menambah jam terbang itu penting. Karena misal, posisi saya sekarang yang menjadi MC sampai tingkat kementerian, tidak datang tiba-tiba. Semua ada prosesnya. Karena jam terbang dari tingkat yang paling bawah,” jelasnya.
Sementara secara teknisnya, saat sedang berlangsung melakukan kegiatan public speaking seperti ceramah, pidato, mengajar, menjadi MC, moderator dan lainnya, yang dilaksanakan secara online atau digital, maka kita harus belajar untuk fokus pada titik kamera. Tidak usah lihat kanan-kiri, atas-bawah seperti halnya dilakukan saat pelaksanaan secara offline.
“Fokus pada kamera, karena akan terlihat jauh lebih enak oleh yang menonton. Juga agar penyampaian pesannya sistematis, maka boleh buat catatan kecil atau poin per poin. Sehingga, apa yang disampaikan dapat dipahami audience dan mampu membius orang untuk mengikuti apa yang kita katakan, tanpa adanya paksaan,” ujar Dyah.
Terakhir, Dyah menjelaskan berbagai etika yang perlu diperhatikan saat melakukan pubic speaking secara digital. Diantaranya adalah dengan tetap bersikap ramah dan sopan, tanpa menganggap remeh audience, berlapang hati Ketika ada kritikan yang datang, membuat konten yang tidak mengandung sara dan menyinggung perasaan orang lian, juga menyebutkan sumber referensi jika sedang membicarakan data.
“Ketika ada yang mengkritik, kalau itu membangun, kita harus menerima. Jangan pundungan kalau kata Sunda. Karena menurut saya, itu adalah bentuk kasih sayang mereka, yang tidak mau melihat kita tampil dengan kesalahan,” pungkasnya.
Moderator merupakan seseorang yang memiliki peran untuk memandu jalannya diskusi. Hal tersebut disampaikan oleh Trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti saat mengisi Pelatihan Online trustmePR Consultant, Sabtu (29/08/2020) via daring. Pelatihan Public Speaking bertemakan Moderator tersebut, diikuti oleh berbagai profesi dari berbagai latar belakang dan institusi.
Dyah menuturkan, agar menjadi seorang moderator yang profesional perlu menyiapkan beberapa hal seperti salah satunya adalah mengetahui latar belakang pemateri. Menurutnya, hal tersebut akan memudahkan proses diskusi agar terkesan lebih cair, karena ada interaksi yang dibangun antara moderator dan pemateri.
Sementara itu, kata Dyah, menambah wawasan dinilai sangat penting. Hal tersebut dikarenakan, seorang moderator dituntut untuk terlihat smart di depan audience. Minimal, moderator mempelajari dan menguasai materi yang akan dibawakan oleh pemateri atau narasumber.
“Jangan sampai engga familiar dengan istilah-istilah yang disebutkan oleh narsum. Sekarang itu referensi ada dalam satu genggaman. Jangan hanya handphone-nya saja yang pintar, tapi kita sebagai pemiliknya harus pintar juga. Cari referensi sebanyak-banyaknya,” tegas Dyah.
Lanjut Dyah, moderator adalah salah satu kegiatan public speaking. Maka dari itu, moderator perlu menguasai banyak hal teknik public speaking. Seperti salah satunya adalah teknik penyampaian pesan agar pesan mudah tersampaikan pada audience.
“Semua orang dapat berbicara. Namun tidak semua orang enak didengarkan saat berbicara. Maka dari itu skill Public Speaking perlu diasah dan dilatih selalu,” jelasnya.
Dalam hal ini, Dyah menggarisbawahi tiga point penting dasar-dasar public speaking yang perlu diperhatikan oleh moderator. Yaitu Ethos, Pathos dan Logos.
Dyah mengatakan, Ethos adalah berbicara tentang penampilan yang berkaitan dengan etika dan estetika. Baik menjadi moderator online dan offline, penampilan perlu diperhatikan. Hal tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, dan misal untuk wanita adalah memperhatikan tata rias di wajahnya. Karena baik disadari atau tidak, moderator akan menjadi titik pusat perhatian, audience akan fokus memperhatikan saat moderator sedang berbicara.
“Saya memiliki prinsip. First Impression itu sangat diperlukan. Dalam hal ini, menurut saya cara berpakaian saya adalah berbicaa mengenai bagaimana saya menghargai diri saya sendiri. Kalau saya mampu menghargai diri saya, maka orang akan mudah menghargai saya. Jadi, jangan menyepelekan penampilan,” ujar Dyah.
Selanjutnya, pathos. Dyah menuturkan, pathos adalah bagaimana cara moderator menyampaikan kesan dan pesannya pada audience. Hal ini berkaitan dengan power, artikulasi, intonasi, naik turun nada dan irama, penekanan pada kata dan lain sebagainya. Sementara logos, adalah suatu bukti pengalaman yang dimiliki oleh moderator.
“Pathos itu penting juga kita perhatikan. Teknik dalam penyampaian pesan. Kalau kita sebagai moderator tidak bersemangat, loyo dalam menyampaikan pesan, bagaimana audiece kita akan semangat untuk mengikuti diskusi yang sedang dipandu,” tuturnya.
Selain itu, Dyah menuturkan berbagai macam hal yang perlu diperhatikan khusus pada saat bertugas menjadi moderator di suatu diskusi berbasis online, juga menjelaskan etika moderator. Salah satunya adalah, untuk menghargai narasumber dengan tidak bersikap arogan atau merasa yang paling tahu dan benar. Maksudnya, meski tahu isi dari materi yang sedang disampaikan, dalam etikanya moderator tetap harus memberikan kesempatan pada narasumber untuk menyampaikan atau menjelaskan materinya.
“Harus sadar bahwa posisi kita ketika menjadi seorang moderator ya bertugas memandu suatu diskusi, bukan untuk memberikan wawasan pada audience. Jangan sok tahu,” ungkap Dyah.
Di akhir materi Dyah menyampaikan bahwa, moderator itu bukan sekedar modal berani saat mendapatkan kepercayaan. Tapi juga perlu diikuti dengan skill yagn terus diasah, dan keinginan untuk terus belajar.
Menjadi master of ceremony (MC) bukan hanya sekedar membaca naskah, tetapi perlu memiliki kemampuan menyusun kata untuk dibawakan dalam suatu acara. Hal tersebut diungkapkan oleh Trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti dalam Pelatihan Online yang digelar trustmePR Consultant secara daring, Sabtu (22/8/2020). Pelatihan bertema “MC Formal (Online dan Offline)” tersebut diikuti puluhan peserta dari berbagai bidang.
Dyah menjelaskan, sebagai pengatur acara, seorang MC harus mampu membuat suatu acara berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Untuk mewujudkannya, selain harus percaya diri, MC pun dituntut untuk mampu melatih emosi dengan baik.
“MC tidak boleh terlihat tegang atau panik. Misalnya kalau ada waktu kosong, ia harus bisa mencairkan suasana dan bisa menahan peserta untuk tetap di tempat,” ungkapnya.
Lebih jauh, Dyah menilai, kemampuan dasar yang dimiliki seorang MC sebagian besar tetap sama meski bertugas di platform yang berbeda, baik online maupun offline. Perbedaan besarnya ada pada sisi fokus mata. Ia mencotohkan, jika menjadi MC dalam platform online, MC harus terbiasa untuk fokus pada titik kamera, bukan pada peserta yang hadir.
“Prinsipnya tidak ada yang beda, hanya titik fokus saja yang berbeda. Tetap gunakan microphone, lakukan pemilihan kata yang tepat dan harus cakap sebelum memulai acara,” imbuhnya.
Dalam pelatihan online yang berdurasi dua jam tersebut, trustmePR Consultant tidak hanya memberikan sesi pemberian materi yang berbasis teori saja. Melainkan peserta juga diberi bekal pelatihan teknik suara diafragma, agar lebih percaya diri jika menjadi MC Formal.
Di akhir pelatihan, peserta melakukan praktik secara langsung. Setelahnya, trainer akan mengomentari satu per-satu teknik MC pada peserta. Menurut Dyah, meski memang dirasa tidak mudah dalam pelafalan saat menjadi MC Formal, tapi jika memang dilatih secara terus menerus, maka akan terbiasa juga.
“Saya sudah sekitar 20 tahun menjadi MC. Apakah langsung bisa seperti saat ini? jelas tidak. Dalam prosesnya pasti ada masukan dan kritikan. Kuncinya, jangan takut salah. Karena dari kesalahan, kita bisa belajar banyak,” pungkasnya.
trutstmePR Consultant berkolaborasi dengan Smartfren Community menggelar Live Youtube di akun SMARTFREN COMMUNITY pada Rabu (15/7) kemarin, dengan mengankat tema “The Power of Personal Branding”.
Trainer trustmePR Consultant, Dyah Rahmi Astuti yang juga menjadi narasumber dalam Kelas Komunikasi tersebut menuturkan, personal branding merupakan cara bagaimana mengenalkan diri kita kepada publik. Atau dapat dikatakan juga sebagai cara mempromosikan diri, ketika memiliki keinginan untuk diketahui ataupun dikenal banyak orang.
“Ingin orang lain mengenal kita, nah personal branding itu adalah bagaimana kita bisa mengemas diri ktia untuk dikenal orang,” ujar Dyah
Ia melanjutkan, tips yang paling utama untuk memulai branding yaitu adanya rasa percaya diri. Karena menurutnya, memiliki skill yang baik namun tidak cukup percaya diri untuk memberitahukan skill tersebut pada publik, maka hasilnya akan nihil.
“Misalnya kita itu seorang MC, atau seniman, atau standup comedy, kalau kita tidak memberitahu mereka dan hanya memendam sendiri skill yang kita punya, ya mereka atau publik tidak akan pernah tahu,” jelasnya.
Setelah memiliki rasa percaya diri, lanjut Dyah, kita perlu melihat kemampuan yang ada dalam diri. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki potensinya masing-masing. Jika sudah sadar akan apa yang dimiliki, maka akan lebih mudah untuk mengasah dan berlatih fokus pada kelebihan ataupun potensi yang dimiliki. Jangan sampai terfokus pada kekurangan yang dimiliki, karena bisa jadi kekurangan adalah hal unik yang bisa kita jadikan identitas untuk menjual brand kita sendiri.
“Jengkelin misalnya, dia suaranya cempreng. Tapi kan di dunia announcer itu terpakai, karena unik beda dari yang lain,” kata Dyah.
Sementara itu, Dyah mengingatkan, jika sudah mengambil keputusan untuk melakukan branding, maka mau tidak mau kita perlu menjada perilaku baik di dunia nyata ataupun maya. Karena jika sudah dikenal publik, baik disadari ataupun tidak, kita akan menjadi figure bagi banyak orang. Yang jika dalam perilaku ada tingkah negatifnya, maka akan berdampak tidak baik juga untuk diri kita.
Dyah melanjutkan, jangan juga asik di dunia sendiri setelah melakukan branding. Perlu ada yang namanya evaluasi. Kita perlu bertanya dan meminta kritik pada publik, agar mendapat masukan baik untuk perkembangan branding kita supaya lebih bisa diterima banyak orang lagi.
“Untuk bangun branding itu memang tidak instan. Perlu juga kita masukan dari berbagai pihak. Menerima masukan, dan sering bertanya apa yang kurang,” jelasnya.
Dyah juga menyarankan, agar memulai branding dengan memanfaatkan media sosial yang ada. Ia mencontohkan salah satunya adalah platform Instagram. Menurutnya, posting berbagai kegiatan yang sesuai dengan apa yang ingin kita branding. Buat gambar dan caption semenarik mungkin dan tidak membosankan dengan kreatifitas yang baik. Jadikan media sosial kita sebagai portofolio kita untuk dapat dikenal publik.
“Yang penting nih ya dalam membranding adalah jujur. Jangan dibuat-buat dan jangan juga berlebihan. Be Your Self aja lah,” pungkasnya.
‘Ngobrol Santai’ part 4 akan kembali hadir untuk menemani weekend produktif sahabat trustmePR. Bertemakan “Gambar juga bisa berbicara, hasil jepreten bisa meningkatkan branding”, akan live di Instagram @trustmeprbranding pada Minggu, 12 Juli 2020 pada pukul 16.00 WIB. Ditemani CFO trustmePR, Tasya Rizkia Hanifah sebagai host, trustmePR juga akan menghadirkan Owner Studiokkay Photography, Oka Hardiana sebagai narasumber.
CEO trustmePR, Isma Dwi Ardiyanti menuturkan, di era saat ini selain meningkatkan value suatu produk, memanfaatkan hasil jepretan oleh kamera, merupakan upaya branding yang dapat ditempuh dalam meningkatkan kepercayaan publik. Menurutnya, hasil jepretan berupa foto atau gambar, merupakan salah satu bentuk visual, yang meski tidak menggunakan kata-kata, namun ‘mereka’ dapat berbicara.
“Nah yang perlu diperhatikan, pengambilan gambar ini tidak melulu harus menggunakan kamera professional. Kita semua kan pasti punya gadget, atau handphone. Itu bisa kita manfaatkan. Dengan alat sederhana, tapi branding tetap bisa berjalan,” ujarnya.
Sementara itu, Isma menjelaskan berbagai tujuan dari diadakannya ‘Ngobrol Santai’ part 4 tersebut. Diantaranya untuk memotivasi audience agar terus memiliki rasa percaya diri untuk dapat melakukan branding meski dengan alat sederhana, juga agar audience mengetahui karakter dan atau faktor apa saja yang perlu diperhatikan, saat mengambil gambar dengan tujuan branding.
“Ini kesempatan baik. Kami mengajak untuk semua agar mengikuti obrolan santai hari Minggu mendatang. Narsum yang kami hadirkan pastinya sangat kompeten di bidangnya. Silahkan tanya sebanyak mungkin. Mari sama-sama kita curi ilmu dari yang ahlinya,” pungkas Isma.
Berbicara Public Speaking, tidak hanya membahas perihal materi yang akan disampaikan kepada audience. Di samping itu ada hal lain yang juga tidak boleh luput, yaitu mempersiapkan penampilan agar dapat menyenangkan mata audience, sehingga mendukung penampilan kita agar mendapatkan kesan yang baik.
Menjaga penampilan menjadi salah satu upaya Public Speaker untuk dapat membuat audience nyaman secara visual. Penampilan yang dimaksud disini, adalah mengenai pakaian yang akan dikenakan. Catatannya, kenakanlah pakaian yang sesuai dengan acara yang dihadiri. Seperti misalnya, menggunakan pakaian rapih dan formal untuk pertemuan dengan para pimpinan, menggunakan pakaian casual ketika akan mebawakan acara gathering, pakaian muslim ketika menghadiri suatu acara perbincangan para ulama, dan lain sebagainya. Jadi, alangkah baiknya kenali dulu acara yang akan dihadiri, agar tidak keluar istilah “Saltum” atau salah kostum. Memilih pakaian, tidak harus yang baru dan mahal. Yang terpenting membuat nyaman kita yang akan menggunakan, dan sesuai dengan tema acara yang dihadiri. Hal tersebut baik disadari atau tidak, akan menambah kepercayaan diri.
Selain itu, persiapan fisik lainnya yang juga perlu diperhatikan yaitu kondisi badan dan suara yang fit, segar, dan normal. Setidaknya, Public Speaker mau tidak mau memperhatikan pola tidur dan pola makan sebelum akan tampil. Misalnya tidak begadang saat esok hari akan membawakan suatu acara. Karena hal ini akan sangat berpengaruh pada performace seorang Public Speaker. Selain akan merasakan tidak enak badan, kurang tidur akan mengganggu mood seseorang karena rasa kantuk yang tidak tertahankan.
Selanjutnya, menghindari makanan atau minuman yang dapat memberi respon tidak baik pada tubuh Anda. Terkadang ada seseorang yang tidak menyukai olahan susu seperti mentega dan keju misalnya, atau kopi, teh, soda dan lainnya. Hal tersebut perlu menjadi perhatian khusus. Apapun alasannya, jika memang sudah mengetahui itu akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diingini seperti sakit perut, alergi atau merubah suara, hindarilah.
Terakhir, saat akan tampil, jagalah tenggorokan agar selalu basah. Ya betul… jangan jauh-jauh dari air mineral. Karena kalau tenggorokan kering, itu bisa jadi mengakibatkan kita terbatuk-batuk atau mengganggu suara sehigga performance kita tidak maksimal.
Itulah penampilan fisik yang perlu diperhatikan oleh Public Speaker agar mendukung penampilan menjadi maksimal dan mendapatkan kesan baik dari audience.
Menjadi Public Speaker yang baik, tentulah harus dapat menata kata yang akan dilontarkan. Namun demikian, jangan juga menjadikan kita terlalu berhati-hati dalam berucap sehingga terlihat dan tidak membuat orang nyaman mendengarkannya.
Ada beberapa hal yang perlu dihindari dan dilakukan oleh seseoarang yang akan berbicara di depan khalayak umum. Perhatikan kalimatnya yaa, berikut contohnya..
Jika sedang dalam suatu forum dan akan menyampaiakan pendapat yang berbeda dengan pembicara sebelumnya, alangkah baiknya kita mengucapkan, “Terima kasih atas waktu yang telah diberikan. Saya mengapresiasi pendapat Anda. Tapi bagaimana kalau…..”. ucapkanlah kalimat yang sopan dan tidak menyinggung perasaan orang lain meski tidak setuju dengan pendapatnya.
Jika ada yang meminta tolong kita untuk melakukan suatu hal, dan hal itu belum pernah kita coba atau kita meragukan diri untuk dapat melakukannya, jangan sekali-kali melontarkan kalimat, “Aduh, saya tidak bisa”. Tapi, berilah jawaban yang tidak mengecewakan, seperti “Baik, akan saya coba”.
Yang lebih penting ketika sedang berbicara dan menyampaikan pendapat, alangkah baiknya kita fokus pada apa yang akan kita sampaikan. Dan ingat, sampaikanlah kata-kata yang mudah dipahami. Karena, seorang Public Speaker yang hebat, adalah seseorang yang dapat menyampaikan pesan dengan baik, dan pesan itu dapat diterima oleh khalayak. Kuncinya pilihlah kata yang sederhana, sehingga kata tersebut mudah dicerna oleh audience.
Catatannya, kemampuan public speaking bukan untuk menjatuhkan lawan. Untuk itu, pilihlah kata-kata yang tidak menyakiti hati lawan bicara atau audience.
Berbicara di depan khalayak umum dengan membawa tujuan tertentu – atau yang sering disebut sebagai Public Speaking, adalah suatu hal yang tidak mudah, namun dapat dilatih jika memang belum terbiasa melakukannya. Public Speaking ini, menuntut kelancaran berbicara, kontrol emosi, kepandaian dalam memilih kata, dan nada bicara.
Skill yang harus dimiliki dalam kehidupan sehari-hari seperti diskusi, menjadi seorang MC, mengajar di kelas, presentasi, rapat, pidato, ceramah dan lainnya ini, tidak jarang menimbulkan rasa takut pada seseorang yang memang belum memiliki jam terbang yang cukup tinggi.
Rasa takut yang muncul itu bermacam-macam. Seperti halnya karena tidak familiar dengan situasi/audiens, kurang percaya diri dan berfikir banyak orang yang lebih paham, merasa terasing karena menjadi pusat perhatian, malu tampil karena menyadari kekurang yang dimiliki, takut terlihat bodoh karena menjadi pembicara yang payah.
Pernahkah kalian mengalami hal-hal diatas?
Tidak usah cemas. Hal tersebut merupakan salah satu tantangan, yang memang seringkali dirasakan oleh banyak orang yang belum melatih kemampuan Public Speaking nya.
Baik disadari ataupun tidak, rasa takut yang muncul itu berasal dari pikiran kita sendiri. Maka untuk mengusir rasa takut itu, cukuplah kita menjaga pikiran kita sendiri.
Mulai dari sekarang, jika ada kesempatan kita untuk berbicara di depan khalayak umum, awali dengan mengubah fokus dari pikiran negatif menjadi positif. Selain itu, rasa takut dapat dihindari dengan mengubah gerakan tubuh dan tunjukkan gerakan optimis dan berani. Iya benar, tingkat kepercayaan diri dapat terlihat dari gesture tubuh.
Hal lain yang perlu dipersiapkan agar tidak takut atau gugup, yaitu dengan mempersiapkan materi yang akan disampaikan dan latihan terlebih dahulu agar meningkatkan rasa percaya diri. Catatan! Persiapan dan latihan ini, dapat mengurangi kegugupan sebanyak 75 %.
Ciptakan gambaran bahwasanya kita adalah seorang Public Speaker yang handal. Kita juga bisa menanamkan dalam diri, untuk melakukan hal dengan maksimal.
Dan yang tidak kalah penting, yaitu melakukan pemanasan sebelum berbicara. Seperti jika membutuhkan microfon, cek lah terlebih dahulu. Kenali lingkungan, mengatur nafas (mengurangi kegugupan sebanyak 15%), banyak minum air putih dan berdoalah.
Yuk berlatih menguasai diri, dengan tidak terus-menerus memelihara rasa takut ketika akan berbicara di depan umum.
sumber foto: kreativv.id