Penulisan press realease kehumasan dan berita di media massa memiliki persamaan dalam teknik penulisannya. Sedangkan yang membedakannya adalah bingkai atau prespektif berita yang dibuat.
“Pada press realease, bingkai pemberitannya bukan hanya untuk memberikan informasi, tetapi juga bertujuan untuk membranding lembaga, instansi atau organisasi tersebut melalui tulisan,” ungkap Reporter Tim Newsroom Humas Dinas Pendidikan Jawa Barat (Disdik Jabar), Nizar Al Fadillah pada Webinar bertema “Branding Melalui Tulisan” yang digelar oleh trustmePR, Sabtu (10/3/2020). Ada dua materi yang dibahas dalam tema tersebut, yakni teknik penulisan press realease dan tips membuat captioan yang menarik.
Nizar menjelaskan, kaidah jurnalistik yang harus diterapkan dalam penulisan press realease meliputi memiliki nilai dan memenuhi unsur berita, aktual, berstruktur piramida terbalik, menerapkan kalimat efektif dan efisien juga faktual.
“Jangan sampai karena sifatnya branding, penulisan release tidak sesuai dengan fakta yang ada (tidak faktual),” ungkapnya.
Ia menuturkan, perkembangan teknologi sangat menunjang branding melalui tulisan. Sebab, seseorang ataupun instansi dapat membuat medianya sendiri, baik melalui media sosial maupun web. Sehingga, ia menganalogikan bahwa kehumasan saat ini merupakan ‘miniatur media massa’ bagi instansinya sendiri.
Ia pun mendorong kehumasan untuk terus berinovasi. “Jika kehumasan sudah bisa memaksimalkan penulisan release, ke depannya bisa dicoba juga untuk membuat rubrik yang lain, seperti sosok atau tulisan feature,” ungkapnya.
Sedangkan pada materi selanjutnya, Nizar memaparkan, hal utama yang harus diperhatikan untuk membuat caption yang menarik untuk branding adalah kenali identitas brandnya terlebih dahulu.
“Identitas apa yang mau ditonjolkan di media sosial, itu yang harus dipastikan dulu,” jelasnya.
Menurutnya, identitas yang akan dikenalkan pada khalayak dapat dilihat dari minat ataupun bakat, bahkan kesukaan seseorang. Selain itu, dalam pembuatan caption, Nizar menegaskan untuk dapat menggunakan bahasa tutur.
“Karena caption yang kita tulis di media sosial, bukan hanya bacaan semata, melainkan juga menjadi media komunikasi dengan audience. Jadi tidak usah kaku, usahakan menggunakan bahasa tutur atau bahasa obrolan,” katanya.
Menggunakan bahasa obrolan yang memberikan kesan santai, dinilainya cukup efektif untuk dapat menarik perhatikan khalayak. Namun demikian, Nizar menuturkan, penulisan caption tetap harus taat dan menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Pemilihan bahasa tutur ini, jelas juga perlu menyesuaikan dengan audiencenya. Baik keperluannya untuk personal ataupun corporate branding, sesuaikanlah bahasa saat berinteraksi dengan audience,” Pungkasnya.
KotrustmePR Consultant menyelenggarakan webinar dengan tema “Upaya Branding Melalui Digital” pada Sabtu (25/07/2020) via google meet, dengan mendatangkan dua narasumber yaitu Trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti dan Dosen STIKOM Yogyakarta, Entus N Ahmad.
Webinar yang terbagi menjadi tiga sesi tersebut, diawali dengan Entus yang menuturkan pengertian Brand secara jelas. Menurutnya, dalam arti singkat, brand merupakan identitas. Yang mana perlu memerhatikan berbagai unsur, seperti logo dan tagline.
“Dalam brand, ada faktor logo yang perlu kita buat. Dimana di dalamnya, perlu ada penentuan warna dan font untuk bisa dikenal oleh khalayak, dan menjadi pembeda antara brand satu dengan lainnya,” jelasnya.
Entus melanjutkan, sementara Branding memiliki arti sebagai proses untuk mengenalkan dan mengkomunikasikan brand yang telah dibentuk, dengan tujuan agar dikenal dan terus diingat oleh khalayak umum. Selain itu, Entus menegaskan bahwasanya branding merupakan proses pengenalan secara segmented, bukan secara masif.
“Artinya, segmented disini perlu adanya targetan pasar tersendiri. Seperti misalnya perusahaan Aple. Mereka melakukan riset pada targetan pasarnya, yang mana hasilnya perlu sesuatu yang sifatnya eksklusif, misal. Makannya, Aple menciptakan berbagai fitur yang berbeda dari jenis handphone yang lainnya,” ungkap Entus.
Lanjut Entus, selain logo dan tagline, dalam proses Branding, perlu adanya poin yang ditemukan sebagai pembeda dari kompetitor. Yaitu perusahaan dinilai perlu memiliki kemampuan untuk membuat suatu prduk yang berbeda dari yang lain. Misal dilihat dari kebermanfaatannya yang berbeda, memiliki nilai lebih dari produk lain, dan sebagainya.
Selain itu, perusahaan perlu memiliki sifat konsisten dan dapat memberikan kepercayaan kepada khalayak umum.
“Ketika ada produk handphone merk A memberikan suatu kelebihan seperti misal kamera handphonenya bagus dan memori internal dengan ukuran besar. Itu kan poin yang menjadi pembeda dari handphone lain, ya itu harus dipertahankan, harus konsisten. Karena jika value itu terus dijaga, maka kepercayaan konsumen akan terjaga. Jadi meski harga mahal, kalau kepercayaan konsumen atau khalayak sudah didapatkan, ya tidak akan jadi masalah,” jelasnya.
Entus melanjutkan, di era digital saat ini, proses atau upaya branding, baik personal ataupun corporate branding, perlu masuk pada ranah digital tersebut. Jika dilihat dalam survey pada bulan April 2020 lalu, terdapat empat Media Sosial (Medsos) yang banyak digunakan di Indonesia. Diantaranya Youtube 88%, Whatsapp 84%, facebook 82%, dan Instgaram 79%. Itu artinya, banyak pilihan medsos yang dapat digunakan.
Untuk menentukan medsos yang akan digunakan, perlu adanya perencanaan terlebih dahulu. Seperti program dari brand kita apa, segmennya siapa, dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan, agar penggunaan medsos dapat dimanfaatkan secara efisien. Namun jika masih kebingunan dengan segmen misalnya, Entus menyarankan untuk dapat menggunakan medsos yang ada.
“Pasang atau posting program kita di story whatsapp, buat status di Facebook, posting video di Youtube, dan misal dengan pasang story di Instagram,” ujarnya.
Menurut Entus, digital memiliki berbagai kelebihan. Salah satunya, terlebih jika menggunakan akun medsos bisnis. Kita sebagai user dapat menghitung secara kuantitatif, yaitu dengan melihat insight atau traffic pada penggunaannya.
Jika sudah menemukan medsos mana yang tepat untuk digunakan, selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah konten. Apakah mau berbentuk audio, gambar, video, infografis, atau konten yang bercerita (story telling) atau yang lainnya.
“Orang sekarang itu senengnya diceritain, jadi pakai konten story telling itu cocok sekali. Intelektual Branding, ya story telling. Karena dengan bercerita, akan ada sisi emosional yang muncul. Jadi untuk yang baca, merasa wah ini kisah saya,” jelasnya.
Sementara itu, dalam sesi kedua Dyah menuturkan digital branding pada tataran praktisnya. Dyah menuturkan, tampilan yang ada dalam medsos, itu merupakan salah satu upaya Branding. Dyah juga mengingatkan kembali, bahwasanya penentuan nama untuk suatu brand perlulah dipilih dengan nama yang gampang diingat dan gampang diucapkan. Selain itu, Dyah pun sepakat dengan yang diutarakan Entus dalam penentuan warna.
“Kita bisa melihat postingan di Instagram @trustmeprbranding dan websitenya di www.trustmepr.com. Tampilannya rapih, karena berkonsep dan pakai design, engga acak-acakan. Selain itu juga, bisa dilihat bahwa warna merah sangat dominan. Itu artinya, trustmePR memang sejak awal sudah menentukan warna apa yang akan menjadi identitasnya,” ujar Dyah.
Dalam penggunaan medsos, insight analytic content pun sangat dibutuhkan. Dyah menuturkan, dari sana kita bisa melihat berapa yang mengunjungi medsos dan postingan kita. Sehingga itu akan menjadi riset, ataupun menjadi bahan evaluasi kita untuk bisa menentukan jadwal postingan, atau konten yang diposting.
Dyah mengapresiasi siapapun yang memulai bisnis di tengah pandemic seperti saat ini. Ia menuturkan, yang sedang konsen pada bisnis, kenapa tidak untuk membranding produknya dengan menggunakan medsos yang dikemas dengan baik dan menarik. Dyah menyarankan untuk dapat memperhatikan template dan isi konten. Karena keduanya akan menjadi kekuatan dan membantu proses Branding.
“Kalau udah punya medos dan produk, update terus. Publikasikan produk dan siapa kita. Catatannya, ya posting secara konsisten. Jadi orang-orang itu tahu. Istilahnya, pamer lah yaa. Itu tidak masalah, karena medsos memang tempatnya untuk pamer. Tapi pamer seperti apa dulu,” ujar Dyah.
Setelah melakukan berbagai upaya, Dyah melanjutkan, hasil akhirnya kita harus siap untuk mendengarkan masukan dari orang lain.
“Jangan baper kalau ada yang mengkritik. Itu kan demi kemajuan kita,” jelasnya.
Selain itu, penggunaan keterangan gambar (caption) perlu diperhatkan. Jangan hanya menuliskan seputar informasi singkat, tapi juga menggunakan kalimat persuasif yang menarik. Dyah menambahkan, penggunaan hashtag juga bisa dimanfaatkan sebagai salah satu upaya branding.
“Mau pake hashtag yang diciptakan sendiri, ataupun hashtag yang sudah ada, itu sangat membantu, agar postingan kita mudah dicari oleh orang lain,” pungkas Dyah.