BANDUNG, TRUSTMEPR–Jadi public speaker yang sukses itu harus KETIPU. Hal tersebut diungkapkan oleh trainer trustmePR Consultant, Dyah Rahmi Astuti. KETIPU merupakan akronim dari Ketenangan, Ekspresi, Tempo Bicara, Intonasi, Pelafalan dan Unik.
“Semua orang bisa berbicara, tapi tidak semua orang bisa menarik saat bicara di depan umum,” ungkapnya dalam “Pelatihan Pengembangan Kompetensi Public Speaking” yang diinisiasi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN), Kamis (16/2/2023) secara hybrid.
Dyah menjelaskan, berbicara di depan publik membutuhkan seni dan teknik. KETIPU adalah unsur-unsur penting yang harus dilatih seorang public speaker.
Selain itu, kata Dyah, hal dasar yang harus dimiliki oleh seorang public speaker adalah keberanian. “Kalau sering berpikir negatif, takut ini takut itu, ketika rasa takut muncul dan kita tidak membiasakan, sampai kapanpun kita tidak akan pernah mampu menjadi public speaker, karena itu membutuhkan keberanian,” ujarnya.
Sebab, tegasnya, menjadi public speaker itu tentang kemauan yang kuat. “Bukan tentang bisa atau tidak, tapi mau atau tidak mau. Ada proses pembelajaran, cari banyak referensi, cari informasi, berdiskusi, kumpulkan bahan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan diri,” imbuhnya.
Pelatihan tersebut diikuti oleh puluhan peserta dari BSN. Salah satu peserta, Sigit Suyanto menuturkan, dirinya mendapatkan banyak pengetahuan baru seputar pubic speaking.
“Terima kasih Bu Dyah atas pemaparannya, sangat bagus dan menambah ilmu saya,” tuturnya.
Hal serupa disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Standar, Hendro Kusumo “Luar biasa Bu Dyah pemaparannya. Terima kasih sudah share ilmunya”, pungkas Hendro.
BANDUNG, TRUSTMEPR–Pembicara yang baik adalah yang mengenal pendengarnya. Hal tersebut disampaikan oleh Trianer tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Dyah Rami Astuti dalam Coaching Clinic Batch #2 yang digagas Trustme PR dengan tema “Siap Jadi Public Speaker Profesional”.
“Salah satu cara mengerti audience adalah dengan pemilihan bahasa. Kita harus pandai memilih bahasa yang sesuai dengan latar belakang audiens, ungkapnya kepada seluruh peserta pelatihan di Monsoon Cafe & Cowork, Kota Bandung, Sabtu (13/8/2022).
Penulis Buku “Formula Komunikasi Seni Berbicara di Depan Khalayak” itu mencontohkan, ketika menjadi pembicara penyuluhan di daerah, menggunakan bahasa tutur atau bahasa sehari-hari adalah pilihan tepat.
Coach Dyah Rahmi Astuti saat sedang menyapaikan materi Public Speaking pada para peserta Coaching Clinic
Selain itu, hal yang harus diperhatikan pembicara adalah intonasi. “Intonasi itu penting, harus tahu warnanya mau apa dan kecepatannya harus disesuaikan,” ungkap Ketua Program Studi Humas UIN SGD Bandung tersebut.
Ia meyakini untuk menjadi pembicara profesional membutuhkan usaha dan latihan yang tak sebentar. Namun bukan berarti tidak bisa dikuasi. “Tak ada yang tidak bisa, yang ada hanya mau atau tidak mau. Jika ada kemauan, maka kesempatan bisa terbuka lebar. Jika tidak mau, maka kesempatan untuk bisa, tentu akan hilang. Jangan pernah takut gagal, karena orang sukses belajar dari proses,” serunya.
Suasana Coaching Clinic saat peserta berlatih diafragma bersama Coach, Dyah Rahmi Astuti.
Tak hanya materi, Dosen Humas dan Komunikasi UIN SGD Bandung pun memberikan praktik berupa pelatihan diagframa dan artikulasi.
Salah satu peserta, Lucky Feminine menuturkan, dirinya mendapat banyak ilmu dari Coaching Clinic ini. “Makasih Ibu Dyah yang udah luar biasa, kita memang perlu upgrade diri untuk bisa tampil menarik (melalui public speaking) di depan khalayak umum,” kata Owner Distributor Baju Anak, Fairez Shop asal Bekasi tersebut.
Senada, Laila Nasyaliyah pun berkata demikian. “Luar biasa sekali pengalamannya. Menambah wawasan, menambah teman dan juga relasi dari orang-orang yang hadir pada hari ini. Terima kasih TrustmePR,” ucap wanita yang bekerja sebagai ASN di salah satu Kementerian ini.
Selain Lucky dan Laila, peserta Coaching Clinic berasal dari berbagai daerah, seperti Bandung, Bekasi, Sumedang hingga Jakarta. Peserta pun memiliki latar belakang profesi beragam. Mulai dari owner distributor baju anak, guru, marketing property hingga ASN Kementerian.
trustmePR Consultant akan menyelenggarakan Coaching Clinic bertajuk Foto Produk, di Monsoon Cafe Bandung pada Minggu (27/3/2022).
Mendatangkan profesional photographer, Okka Hardiana, trustmePR Consultant memberikan berbagai fasilitas seperti seminar KIT, sertifikat juga book materi.
CEO trustmePR Consultant, Isma Dwi Ardiyanti menuturkan, Coaching clinic ini ditujukan untuk para pelaku bisnis online.
“Seperti yang kita tahu, di era saat ini proses jual beli melalui online. Dan yang perlu diperhatikan agar calon pembeli tertarik pada produk kita, yaitu salah satunya adalah kualitas foto produk yang akan dipajang di platform pilihan,” jelasnya.
Lanjut Isma, jika pelaku usaha online menguasai teknik photography untuk mengambil gambar produknya, tentu akan memberikan keuntungan. Karena, para pelaku usaha tidak perlu menyewa photographer dari luar lagi untuk memotret produk yang akan dijual.
Isma menambahkan, meski Coaching Clinic ini ditujukan pada para pelaku usaha online, namun tidak menutup peluang juga bagi para pecinta dunia photography.
“Tentunya kita sangat terbuka bagi siapapun yang ada keinginan untuk belajar bareng dengan coach pilihan kita. Photography saat ini juga menjadi skill yang pasti dibutuhkan oleh siapapun. Jadi, ayo mumpung masih ada kuota, kita ketemu bareng nanti di cafe Bandung. Silahkan hubungi kontak kami untuk info lebih lanjut atau pendaftarannya,” ajak Isma.
Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas) menyelenggarakan Milad ke-8 sekaligus pelantikan 9 DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Aprumnas Kabupaten dan Kota di wilayah Jawa Barat, pada Kamis (20/5/2021) di Hotel Holiday Inn Bandung. Pada kegiatan tersebut, Asprumnas mempercayakan keberlangsungan acaranya pada trustmePR Consultant.
Menurut Sekretaris DPW Asprumnas Jawa Barat, Huliman Abdul Gofur menuturkan, pihaknya memilih trustmePR Consultan sebagai Event Organizer acaranya adalah karena sikap profesionalisme yang dilakukan tim trustmePR.
“Kerjasama dari Asprumnas dengan trustmePR kurang lebih sudah 6 kali. Karena memang kita melihat profesionalisme yang dilakukan teman-teman trustmePR. Sehingga kami masih tetap dan terus memakainya di setiap acara, karena acara itu bisa berjalan dengan lancar dan sukses, juga tertib di perjalanannya,” jelas Huliman saat ditemui trustmePR selepas acara berlangsung.
Huliman menambahkan kinerja trustmePR sangat luar biasa. Selain itu, pihaknya merasa terbantu dengan kehadiran trustmePR Consultant. Huliman berharap, trustmePR semakin maju dan go publik, juga semakin profesional.
Selain itu, Ketua DPW Asprumnas Erdy Taufana menyebutkan, pihaknya sangat merasa puas dengan jasa yang telah diberikan trustmePR. “Alhamdulillah terima kasih trustmePR kami sangat puas sekali. berkali kali menggunakan jasa trustmePR di setiap acara formal maupun informal.sangat profesional, sangat respon terhadap berbagai kebutuhan kami. intinya kami puas sekali,” jelasnya.
Sementara itu CEO trustmePR Consultant, Isma D Ardiyanti menjelaskan, memberikan pelayanan yang baik pada client yang telah bekerjasama dengan trustmePR, adalah komitmen tim nya.
“Protokoler merupakan salah satu program yang dimiliki trustmePR. Memilih dan menyiapkan SDM dalam tim yang kami miliki, adalah salah satu upaya untuk menjaga komitmen kami agar selalu memberikan yang terbaik,” pungkasnya.
Penulisan press realease kehumasan dan berita di media massa memiliki persamaan dalam teknik penulisannya. Sedangkan yang membedakannya adalah bingkai atau prespektif berita yang dibuat.
“Pada press realease, bingkai pemberitannya bukan hanya untuk memberikan informasi, tetapi juga bertujuan untuk membranding lembaga, instansi atau organisasi tersebut melalui tulisan,” ungkap Reporter Tim Newsroom Humas Dinas Pendidikan Jawa Barat (Disdik Jabar), Nizar Al Fadillah pada Webinar bertema “Branding Melalui Tulisan” yang digelar oleh trustmePR, Sabtu (10/3/2020). Ada dua materi yang dibahas dalam tema tersebut, yakni teknik penulisan press realease dan tips membuat captioan yang menarik.
Nizar menjelaskan, kaidah jurnalistik yang harus diterapkan dalam penulisan press realease meliputi memiliki nilai dan memenuhi unsur berita, aktual, berstruktur piramida terbalik, menerapkan kalimat efektif dan efisien juga faktual.
“Jangan sampai karena sifatnya branding, penulisan release tidak sesuai dengan fakta yang ada (tidak faktual),” ungkapnya.
Ia menuturkan, perkembangan teknologi sangat menunjang branding melalui tulisan. Sebab, seseorang ataupun instansi dapat membuat medianya sendiri, baik melalui media sosial maupun web. Sehingga, ia menganalogikan bahwa kehumasan saat ini merupakan ‘miniatur media massa’ bagi instansinya sendiri.
Ia pun mendorong kehumasan untuk terus berinovasi. “Jika kehumasan sudah bisa memaksimalkan penulisan release, ke depannya bisa dicoba juga untuk membuat rubrik yang lain, seperti sosok atau tulisan feature,” ungkapnya.
Sedangkan pada materi selanjutnya, Nizar memaparkan, hal utama yang harus diperhatikan untuk membuat caption yang menarik untuk branding adalah kenali identitas brandnya terlebih dahulu.
“Identitas apa yang mau ditonjolkan di media sosial, itu yang harus dipastikan dulu,” jelasnya.
Menurutnya, identitas yang akan dikenalkan pada khalayak dapat dilihat dari minat ataupun bakat, bahkan kesukaan seseorang. Selain itu, dalam pembuatan caption, Nizar menegaskan untuk dapat menggunakan bahasa tutur.
“Karena caption yang kita tulis di media sosial, bukan hanya bacaan semata, melainkan juga menjadi media komunikasi dengan audience. Jadi tidak usah kaku, usahakan menggunakan bahasa tutur atau bahasa obrolan,” katanya.
Menggunakan bahasa obrolan yang memberikan kesan santai, dinilainya cukup efektif untuk dapat menarik perhatikan khalayak. Namun demikian, Nizar menuturkan, penulisan caption tetap harus taat dan menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Pemilihan bahasa tutur ini, jelas juga perlu menyesuaikan dengan audiencenya. Baik keperluannya untuk personal ataupun corporate branding, sesuaikanlah bahasa saat berinteraksi dengan audience,” Pungkasnya.
Semua orang dapat berbicara di depan umum. Namun, tidak semua orang mampu berbicara dengan menarik. Itulah kalimat pembuka yang disampaikan trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti dalam Pelatihan Online Public Speaking digital trustmePR, yang dilaksanakan melalui daring pada Sabtu (05/09/2020).
Dyah menuturkan, Public Speaking merupakan seni berbicara di depan umum dengan menggunakan teknik persuasif, sehingga orang yang mendengarkannya tertarik untuk merubah perilaku sesuai dengan apa yang disampaikan komunikator. Ketika seseorang berbicara menggunakan Teknik public speaking, maka tidak akan ada kesan membosankan, dan audience akan tetap mendengarkan.
Lanjut Dyah, public speaking merupakan kemampuan yang dapat diasah dan dilatih secara terus-menerus. Dyah membagikan pengalamannya saat berlatih public speaking yaitu dengan berbicara sendiri di depan kaca. Hal tersebut dinilainya cukup efektif untuk dapat memupuk atau menambah rasa percaya diri. Setelahnya adalah, dengan terus menambah wawasan, dan selalu belajar dari kesalahan.
“Kita sering lihat orang-orang berbicara. Pernah gak sih teman-teman menghadiri suatu seminar, dan merasakan bosan atau mengantuk? Jika demikian, maka ada yang salah dengan si pembicara. Kesalahan ada pada cara penyampaian pesannya. Atau bisa dikatakan, si pembicara tidak memahami Teknik public speaking,” ujarnya.
Lebih jauh, Dyah menjelaskan berbagai manfaat public speaking. Menurutnya, public speaking merupakan penunjang bagi siapapun dengan profesi apapun. Dengan menguasai Teknik public speaking, maka seseorang akan mampu menyampaikan gagasan dengan efektif, juga dapat menjadikan seseorang menjadi lebih kompeten dan menambah rasa kepercayaan diri untuk berhadapan dengan orang lain.
Dyah menjelaskan, pembeda antara public speaking yang dilakukan secara offline dan online (digital), adalah pada media yang digunakan. Sementara itu, secara Teknik keduanya masih sama. Beberapa Teknik yang perlu diperhatikan yaitu seperti intonasi, artikulasi, phrasing, stressing dan infleksi.
“Jadi jangan sampai kita membedakan antara keduanya. Misal karena berbicara depan kamera dan merasa sendirian, ketika melakukan public speaking digital atau secara online, power atau semangat kita menurun. Intonasinya asal-asalan. Lah kalau kaya gitu, gimana audience akan betah mendengarkan kita?,” kata Dyah.
Sementara itu, Dyah membagikan berbagai tips agar lancar berbicara di depan kamera. Poin pertama yang Ia sampaikan yaitu perihal penampilan. Menurutnya, meski tidak dilihat secara langsung oleh audience, berpenampilan rapih adalah kunci agar tetap terlihat menarik. Selain itu, berpikir positif. Karena menurutnya, jika berpikir negatif, maka kita akan kehilangan fokus. Pun juga menambah jam terbang.
“Menambah jam terbang itu penting. Karena misal, posisi saya sekarang yang menjadi MC sampai tingkat kementerian, tidak datang tiba-tiba. Semua ada prosesnya. Karena jam terbang dari tingkat yang paling bawah,” jelasnya.
Sementara secara teknisnya, saat sedang berlangsung melakukan kegiatan public speaking seperti ceramah, pidato, mengajar, menjadi MC, moderator dan lainnya, yang dilaksanakan secara online atau digital, maka kita harus belajar untuk fokus pada titik kamera. Tidak usah lihat kanan-kiri, atas-bawah seperti halnya dilakukan saat pelaksanaan secara offline.
“Fokus pada kamera, karena akan terlihat jauh lebih enak oleh yang menonton. Juga agar penyampaian pesannya sistematis, maka boleh buat catatan kecil atau poin per poin. Sehingga, apa yang disampaikan dapat dipahami audience dan mampu membius orang untuk mengikuti apa yang kita katakan, tanpa adanya paksaan,” ujar Dyah.
Terakhir, Dyah menjelaskan berbagai etika yang perlu diperhatikan saat melakukan pubic speaking secara digital. Diantaranya adalah dengan tetap bersikap ramah dan sopan, tanpa menganggap remeh audience, berlapang hati Ketika ada kritikan yang datang, membuat konten yang tidak mengandung sara dan menyinggung perasaan orang lian, juga menyebutkan sumber referensi jika sedang membicarakan data.
“Ketika ada yang mengkritik, kalau itu membangun, kita harus menerima. Jangan pundungan kalau kata Sunda. Karena menurut saya, itu adalah bentuk kasih sayang mereka, yang tidak mau melihat kita tampil dengan kesalahan,” pungkasnya.
Moderator merupakan seseorang yang memiliki peran untuk memandu jalannya diskusi. Hal tersebut disampaikan oleh Trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti saat mengisi Pelatihan Online trustmePR Consultant, Sabtu (29/08/2020) via daring. Pelatihan Public Speaking bertemakan Moderator tersebut, diikuti oleh berbagai profesi dari berbagai latar belakang dan institusi.
Dyah menuturkan, agar menjadi seorang moderator yang profesional perlu menyiapkan beberapa hal seperti salah satunya adalah mengetahui latar belakang pemateri. Menurutnya, hal tersebut akan memudahkan proses diskusi agar terkesan lebih cair, karena ada interaksi yang dibangun antara moderator dan pemateri.
Sementara itu, kata Dyah, menambah wawasan dinilai sangat penting. Hal tersebut dikarenakan, seorang moderator dituntut untuk terlihat smart di depan audience. Minimal, moderator mempelajari dan menguasai materi yang akan dibawakan oleh pemateri atau narasumber.
“Jangan sampai engga familiar dengan istilah-istilah yang disebutkan oleh narsum. Sekarang itu referensi ada dalam satu genggaman. Jangan hanya handphone-nya saja yang pintar, tapi kita sebagai pemiliknya harus pintar juga. Cari referensi sebanyak-banyaknya,” tegas Dyah.
Lanjut Dyah, moderator adalah salah satu kegiatan public speaking. Maka dari itu, moderator perlu menguasai banyak hal teknik public speaking. Seperti salah satunya adalah teknik penyampaian pesan agar pesan mudah tersampaikan pada audience.
“Semua orang dapat berbicara. Namun tidak semua orang enak didengarkan saat berbicara. Maka dari itu skill Public Speaking perlu diasah dan dilatih selalu,” jelasnya.
Dalam hal ini, Dyah menggarisbawahi tiga point penting dasar-dasar public speaking yang perlu diperhatikan oleh moderator. Yaitu Ethos, Pathos dan Logos.
Dyah mengatakan, Ethos adalah berbicara tentang penampilan yang berkaitan dengan etika dan estetika. Baik menjadi moderator online dan offline, penampilan perlu diperhatikan. Hal tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, dan misal untuk wanita adalah memperhatikan tata rias di wajahnya. Karena baik disadari atau tidak, moderator akan menjadi titik pusat perhatian, audience akan fokus memperhatikan saat moderator sedang berbicara.
“Saya memiliki prinsip. First Impression itu sangat diperlukan. Dalam hal ini, menurut saya cara berpakaian saya adalah berbicaa mengenai bagaimana saya menghargai diri saya sendiri. Kalau saya mampu menghargai diri saya, maka orang akan mudah menghargai saya. Jadi, jangan menyepelekan penampilan,” ujar Dyah.
Selanjutnya, pathos. Dyah menuturkan, pathos adalah bagaimana cara moderator menyampaikan kesan dan pesannya pada audience. Hal ini berkaitan dengan power, artikulasi, intonasi, naik turun nada dan irama, penekanan pada kata dan lain sebagainya. Sementara logos, adalah suatu bukti pengalaman yang dimiliki oleh moderator.
“Pathos itu penting juga kita perhatikan. Teknik dalam penyampaian pesan. Kalau kita sebagai moderator tidak bersemangat, loyo dalam menyampaikan pesan, bagaimana audiece kita akan semangat untuk mengikuti diskusi yang sedang dipandu,” tuturnya.
Selain itu, Dyah menuturkan berbagai macam hal yang perlu diperhatikan khusus pada saat bertugas menjadi moderator di suatu diskusi berbasis online, juga menjelaskan etika moderator. Salah satunya adalah, untuk menghargai narasumber dengan tidak bersikap arogan atau merasa yang paling tahu dan benar. Maksudnya, meski tahu isi dari materi yang sedang disampaikan, dalam etikanya moderator tetap harus memberikan kesempatan pada narasumber untuk menyampaikan atau menjelaskan materinya.
“Harus sadar bahwa posisi kita ketika menjadi seorang moderator ya bertugas memandu suatu diskusi, bukan untuk memberikan wawasan pada audience. Jangan sok tahu,” ungkap Dyah.
Di akhir materi Dyah menyampaikan bahwa, moderator itu bukan sekedar modal berani saat mendapatkan kepercayaan. Tapi juga perlu diikuti dengan skill yagn terus diasah, dan keinginan untuk terus belajar.
Menjadi master of ceremony (MC) bukan hanya sekedar membaca naskah, tetapi perlu memiliki kemampuan menyusun kata untuk dibawakan dalam suatu acara. Hal tersebut diungkapkan oleh Trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti dalam Pelatihan Online yang digelar trustmePR Consultant secara daring, Sabtu (22/8/2020). Pelatihan bertema “MC Formal (Online dan Offline)” tersebut diikuti puluhan peserta dari berbagai bidang.
Dyah menjelaskan, sebagai pengatur acara, seorang MC harus mampu membuat suatu acara berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Untuk mewujudkannya, selain harus percaya diri, MC pun dituntut untuk mampu melatih emosi dengan baik.
“MC tidak boleh terlihat tegang atau panik. Misalnya kalau ada waktu kosong, ia harus bisa mencairkan suasana dan bisa menahan peserta untuk tetap di tempat,” ungkapnya.
Lebih jauh, Dyah menilai, kemampuan dasar yang dimiliki seorang MC sebagian besar tetap sama meski bertugas di platform yang berbeda, baik online maupun offline. Perbedaan besarnya ada pada sisi fokus mata. Ia mencotohkan, jika menjadi MC dalam platform online, MC harus terbiasa untuk fokus pada titik kamera, bukan pada peserta yang hadir.
“Prinsipnya tidak ada yang beda, hanya titik fokus saja yang berbeda. Tetap gunakan microphone, lakukan pemilihan kata yang tepat dan harus cakap sebelum memulai acara,” imbuhnya.
Dalam pelatihan online yang berdurasi dua jam tersebut, trustmePR Consultant tidak hanya memberikan sesi pemberian materi yang berbasis teori saja. Melainkan peserta juga diberi bekal pelatihan teknik suara diafragma, agar lebih percaya diri jika menjadi MC Formal.
Di akhir pelatihan, peserta melakukan praktik secara langsung. Setelahnya, trainer akan mengomentari satu per-satu teknik MC pada peserta. Menurut Dyah, meski memang dirasa tidak mudah dalam pelafalan saat menjadi MC Formal, tapi jika memang dilatih secara terus menerus, maka akan terbiasa juga.
“Saya sudah sekitar 20 tahun menjadi MC. Apakah langsung bisa seperti saat ini? jelas tidak. Dalam prosesnya pasti ada masukan dan kritikan. Kuncinya, jangan takut salah. Karena dari kesalahan, kita bisa belajar banyak,” pungkasnya.
KotrustmePR Consultant menyelenggarakan webinar dengan tema “Upaya Branding Melalui Digital” pada Sabtu (25/07/2020) via google meet, dengan mendatangkan dua narasumber yaitu Trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti dan Dosen STIKOM Yogyakarta, Entus N Ahmad.
Webinar yang terbagi menjadi tiga sesi tersebut, diawali dengan Entus yang menuturkan pengertian Brand secara jelas. Menurutnya, dalam arti singkat, brand merupakan identitas. Yang mana perlu memerhatikan berbagai unsur, seperti logo dan tagline.
“Dalam brand, ada faktor logo yang perlu kita buat. Dimana di dalamnya, perlu ada penentuan warna dan font untuk bisa dikenal oleh khalayak, dan menjadi pembeda antara brand satu dengan lainnya,” jelasnya.
Entus melanjutkan, sementara Branding memiliki arti sebagai proses untuk mengenalkan dan mengkomunikasikan brand yang telah dibentuk, dengan tujuan agar dikenal dan terus diingat oleh khalayak umum. Selain itu, Entus menegaskan bahwasanya branding merupakan proses pengenalan secara segmented, bukan secara masif.
“Artinya, segmented disini perlu adanya targetan pasar tersendiri. Seperti misalnya perusahaan Aple. Mereka melakukan riset pada targetan pasarnya, yang mana hasilnya perlu sesuatu yang sifatnya eksklusif, misal. Makannya, Aple menciptakan berbagai fitur yang berbeda dari jenis handphone yang lainnya,” ungkap Entus.
Lanjut Entus, selain logo dan tagline, dalam proses Branding, perlu adanya poin yang ditemukan sebagai pembeda dari kompetitor. Yaitu perusahaan dinilai perlu memiliki kemampuan untuk membuat suatu prduk yang berbeda dari yang lain. Misal dilihat dari kebermanfaatannya yang berbeda, memiliki nilai lebih dari produk lain, dan sebagainya.
Selain itu, perusahaan perlu memiliki sifat konsisten dan dapat memberikan kepercayaan kepada khalayak umum.
“Ketika ada produk handphone merk A memberikan suatu kelebihan seperti misal kamera handphonenya bagus dan memori internal dengan ukuran besar. Itu kan poin yang menjadi pembeda dari handphone lain, ya itu harus dipertahankan, harus konsisten. Karena jika value itu terus dijaga, maka kepercayaan konsumen akan terjaga. Jadi meski harga mahal, kalau kepercayaan konsumen atau khalayak sudah didapatkan, ya tidak akan jadi masalah,” jelasnya.
Entus melanjutkan, di era digital saat ini, proses atau upaya branding, baik personal ataupun corporate branding, perlu masuk pada ranah digital tersebut. Jika dilihat dalam survey pada bulan April 2020 lalu, terdapat empat Media Sosial (Medsos) yang banyak digunakan di Indonesia. Diantaranya Youtube 88%, Whatsapp 84%, facebook 82%, dan Instgaram 79%. Itu artinya, banyak pilihan medsos yang dapat digunakan.
Untuk menentukan medsos yang akan digunakan, perlu adanya perencanaan terlebih dahulu. Seperti program dari brand kita apa, segmennya siapa, dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan, agar penggunaan medsos dapat dimanfaatkan secara efisien. Namun jika masih kebingunan dengan segmen misalnya, Entus menyarankan untuk dapat menggunakan medsos yang ada.
“Pasang atau posting program kita di story whatsapp, buat status di Facebook, posting video di Youtube, dan misal dengan pasang story di Instagram,” ujarnya.
Menurut Entus, digital memiliki berbagai kelebihan. Salah satunya, terlebih jika menggunakan akun medsos bisnis. Kita sebagai user dapat menghitung secara kuantitatif, yaitu dengan melihat insight atau traffic pada penggunaannya.
Jika sudah menemukan medsos mana yang tepat untuk digunakan, selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah konten. Apakah mau berbentuk audio, gambar, video, infografis, atau konten yang bercerita (story telling) atau yang lainnya.
“Orang sekarang itu senengnya diceritain, jadi pakai konten story telling itu cocok sekali. Intelektual Branding, ya story telling. Karena dengan bercerita, akan ada sisi emosional yang muncul. Jadi untuk yang baca, merasa wah ini kisah saya,” jelasnya.
Sementara itu, dalam sesi kedua Dyah menuturkan digital branding pada tataran praktisnya. Dyah menuturkan, tampilan yang ada dalam medsos, itu merupakan salah satu upaya Branding. Dyah juga mengingatkan kembali, bahwasanya penentuan nama untuk suatu brand perlulah dipilih dengan nama yang gampang diingat dan gampang diucapkan. Selain itu, Dyah pun sepakat dengan yang diutarakan Entus dalam penentuan warna.
“Kita bisa melihat postingan di Instagram @trustmeprbranding dan websitenya di www.trustmepr.com. Tampilannya rapih, karena berkonsep dan pakai design, engga acak-acakan. Selain itu juga, bisa dilihat bahwa warna merah sangat dominan. Itu artinya, trustmePR memang sejak awal sudah menentukan warna apa yang akan menjadi identitasnya,” ujar Dyah.
Dalam penggunaan medsos, insight analytic content pun sangat dibutuhkan. Dyah menuturkan, dari sana kita bisa melihat berapa yang mengunjungi medsos dan postingan kita. Sehingga itu akan menjadi riset, ataupun menjadi bahan evaluasi kita untuk bisa menentukan jadwal postingan, atau konten yang diposting.
Dyah mengapresiasi siapapun yang memulai bisnis di tengah pandemic seperti saat ini. Ia menuturkan, yang sedang konsen pada bisnis, kenapa tidak untuk membranding produknya dengan menggunakan medsos yang dikemas dengan baik dan menarik. Dyah menyarankan untuk dapat memperhatikan template dan isi konten. Karena keduanya akan menjadi kekuatan dan membantu proses Branding.
“Kalau udah punya medos dan produk, update terus. Publikasikan produk dan siapa kita. Catatannya, ya posting secara konsisten. Jadi orang-orang itu tahu. Istilahnya, pamer lah yaa. Itu tidak masalah, karena medsos memang tempatnya untuk pamer. Tapi pamer seperti apa dulu,” ujar Dyah.
Setelah melakukan berbagai upaya, Dyah melanjutkan, hasil akhirnya kita harus siap untuk mendengarkan masukan dari orang lain.
“Jangan baper kalau ada yang mengkritik. Itu kan demi kemajuan kita,” jelasnya.
Selain itu, penggunaan keterangan gambar (caption) perlu diperhatkan. Jangan hanya menuliskan seputar informasi singkat, tapi juga menggunakan kalimat persuasif yang menarik. Dyah menambahkan, penggunaan hashtag juga bisa dimanfaatkan sebagai salah satu upaya branding.
“Mau pake hashtag yang diciptakan sendiri, ataupun hashtag yang sudah ada, itu sangat membantu, agar postingan kita mudah dicari oleh orang lain,” pungkas Dyah.
trutstmePR Consultant berkolaborasi dengan Smartfren Community menggelar Live Youtube di akun SMARTFREN COMMUNITY pada Rabu (15/7) kemarin, dengan mengankat tema “The Power of Personal Branding”.
Trainer trustmePR Consultant, Dyah Rahmi Astuti yang juga menjadi narasumber dalam Kelas Komunikasi tersebut menuturkan, personal branding merupakan cara bagaimana mengenalkan diri kita kepada publik. Atau dapat dikatakan juga sebagai cara mempromosikan diri, ketika memiliki keinginan untuk diketahui ataupun dikenal banyak orang.
“Ingin orang lain mengenal kita, nah personal branding itu adalah bagaimana kita bisa mengemas diri ktia untuk dikenal orang,” ujar Dyah
Ia melanjutkan, tips yang paling utama untuk memulai branding yaitu adanya rasa percaya diri. Karena menurutnya, memiliki skill yang baik namun tidak cukup percaya diri untuk memberitahukan skill tersebut pada publik, maka hasilnya akan nihil.
“Misalnya kita itu seorang MC, atau seniman, atau standup comedy, kalau kita tidak memberitahu mereka dan hanya memendam sendiri skill yang kita punya, ya mereka atau publik tidak akan pernah tahu,” jelasnya.
Setelah memiliki rasa percaya diri, lanjut Dyah, kita perlu melihat kemampuan yang ada dalam diri. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki potensinya masing-masing. Jika sudah sadar akan apa yang dimiliki, maka akan lebih mudah untuk mengasah dan berlatih fokus pada kelebihan ataupun potensi yang dimiliki. Jangan sampai terfokus pada kekurangan yang dimiliki, karena bisa jadi kekurangan adalah hal unik yang bisa kita jadikan identitas untuk menjual brand kita sendiri.
“Jengkelin misalnya, dia suaranya cempreng. Tapi kan di dunia announcer itu terpakai, karena unik beda dari yang lain,” kata Dyah.
Sementara itu, Dyah mengingatkan, jika sudah mengambil keputusan untuk melakukan branding, maka mau tidak mau kita perlu menjada perilaku baik di dunia nyata ataupun maya. Karena jika sudah dikenal publik, baik disadari ataupun tidak, kita akan menjadi figure bagi banyak orang. Yang jika dalam perilaku ada tingkah negatifnya, maka akan berdampak tidak baik juga untuk diri kita.
Dyah melanjutkan, jangan juga asik di dunia sendiri setelah melakukan branding. Perlu ada yang namanya evaluasi. Kita perlu bertanya dan meminta kritik pada publik, agar mendapat masukan baik untuk perkembangan branding kita supaya lebih bisa diterima banyak orang lagi.
“Untuk bangun branding itu memang tidak instan. Perlu juga kita masukan dari berbagai pihak. Menerima masukan, dan sering bertanya apa yang kurang,” jelasnya.
Dyah juga menyarankan, agar memulai branding dengan memanfaatkan media sosial yang ada. Ia mencontohkan salah satunya adalah platform Instagram. Menurutnya, posting berbagai kegiatan yang sesuai dengan apa yang ingin kita branding. Buat gambar dan caption semenarik mungkin dan tidak membosankan dengan kreatifitas yang baik. Jadikan media sosial kita sebagai portofolio kita untuk dapat dikenal publik.
“Yang penting nih ya dalam membranding adalah jujur. Jangan dibuat-buat dan jangan juga berlebihan. Be Your Self aja lah,” pungkasnya.