Semua orang dapat berbicara di depan umum. Namun, tidak semua orang mampu berbicara dengan menarik. Itulah kalimat pembuka yang disampaikan trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti dalam Pelatihan Online Public Speaking digital trustmePR, yang dilaksanakan melalui daring pada Sabtu (05/09/2020).
Dyah menuturkan, Public Speaking merupakan seni berbicara di depan umum dengan menggunakan teknik persuasif, sehingga orang yang mendengarkannya tertarik untuk merubah perilaku sesuai dengan apa yang disampaikan komunikator. Ketika seseorang berbicara menggunakan Teknik public speaking, maka tidak akan ada kesan membosankan, dan audience akan tetap mendengarkan.
Lanjut Dyah, public speaking merupakan kemampuan yang dapat diasah dan dilatih secara terus-menerus. Dyah membagikan pengalamannya saat berlatih public speaking yaitu dengan berbicara sendiri di depan kaca. Hal tersebut dinilainya cukup efektif untuk dapat memupuk atau menambah rasa percaya diri. Setelahnya adalah, dengan terus menambah wawasan, dan selalu belajar dari kesalahan.
“Kita sering lihat orang-orang berbicara. Pernah gak sih teman-teman menghadiri suatu seminar, dan merasakan bosan atau mengantuk? Jika demikian, maka ada yang salah dengan si pembicara. Kesalahan ada pada cara penyampaian pesannya. Atau bisa dikatakan, si pembicara tidak memahami Teknik public speaking,” ujarnya.
Lebih jauh, Dyah menjelaskan berbagai manfaat public speaking. Menurutnya, public speaking merupakan penunjang bagi siapapun dengan profesi apapun. Dengan menguasai Teknik public speaking, maka seseorang akan mampu menyampaikan gagasan dengan efektif, juga dapat menjadikan seseorang menjadi lebih kompeten dan menambah rasa kepercayaan diri untuk berhadapan dengan orang lain.
Dyah menjelaskan, pembeda antara public speaking yang dilakukan secara offline dan online (digital), adalah pada media yang digunakan. Sementara itu, secara Teknik keduanya masih sama. Beberapa Teknik yang perlu diperhatikan yaitu seperti intonasi, artikulasi, phrasing, stressing dan infleksi.
“Jadi jangan sampai kita membedakan antara keduanya. Misal karena berbicara depan kamera dan merasa sendirian, ketika melakukan public speaking digital atau secara online, power atau semangat kita menurun. Intonasinya asal-asalan. Lah kalau kaya gitu, gimana audience akan betah mendengarkan kita?,” kata Dyah.
Sementara itu, Dyah membagikan berbagai tips agar lancar berbicara di depan kamera. Poin pertama yang Ia sampaikan yaitu perihal penampilan. Menurutnya, meski tidak dilihat secara langsung oleh audience, berpenampilan rapih adalah kunci agar tetap terlihat menarik. Selain itu, berpikir positif. Karena menurutnya, jika berpikir negatif, maka kita akan kehilangan fokus. Pun juga menambah jam terbang.
“Menambah jam terbang itu penting. Karena misal, posisi saya sekarang yang menjadi MC sampai tingkat kementerian, tidak datang tiba-tiba. Semua ada prosesnya. Karena jam terbang dari tingkat yang paling bawah,” jelasnya.
Sementara secara teknisnya, saat sedang berlangsung melakukan kegiatan public speaking seperti ceramah, pidato, mengajar, menjadi MC, moderator dan lainnya, yang dilaksanakan secara online atau digital, maka kita harus belajar untuk fokus pada titik kamera. Tidak usah lihat kanan-kiri, atas-bawah seperti halnya dilakukan saat pelaksanaan secara offline.
“Fokus pada kamera, karena akan terlihat jauh lebih enak oleh yang menonton. Juga agar penyampaian pesannya sistematis, maka boleh buat catatan kecil atau poin per poin. Sehingga, apa yang disampaikan dapat dipahami audience dan mampu membius orang untuk mengikuti apa yang kita katakan, tanpa adanya paksaan,” ujar Dyah.
Terakhir, Dyah menjelaskan berbagai etika yang perlu diperhatikan saat melakukan pubic speaking secara digital. Diantaranya adalah dengan tetap bersikap ramah dan sopan, tanpa menganggap remeh audience, berlapang hati Ketika ada kritikan yang datang, membuat konten yang tidak mengandung sara dan menyinggung perasaan orang lian, juga menyebutkan sumber referensi jika sedang membicarakan data.
“Ketika ada yang mengkritik, kalau itu membangun, kita harus menerima. Jangan pundungan kalau kata Sunda. Karena menurut saya, itu adalah bentuk kasih sayang mereka, yang tidak mau melihat kita tampil dengan kesalahan,” pungkasnya.