Moderator merupakan seseorang yang memiliki peran untuk memandu jalannya diskusi. Hal tersebut disampaikan oleh Trainer bersertifikasi BNSP, Dyah Rahmi Astuti saat mengisi Pelatihan Online trustmePR Consultant, Sabtu (29/08/2020) via daring. Pelatihan Public Speaking bertemakan Moderator tersebut, diikuti oleh berbagai profesi dari berbagai latar belakang dan institusi.
Dyah menuturkan, agar menjadi seorang moderator yang profesional perlu menyiapkan beberapa hal seperti salah satunya adalah mengetahui latar belakang pemateri. Menurutnya, hal tersebut akan memudahkan proses diskusi agar terkesan lebih cair, karena ada interaksi yang dibangun antara moderator dan pemateri.
Sementara itu, kata Dyah, menambah wawasan dinilai sangat penting. Hal tersebut dikarenakan, seorang moderator dituntut untuk terlihat smart di depan audience. Minimal, moderator mempelajari dan menguasai materi yang akan dibawakan oleh pemateri atau narasumber.
“Jangan sampai engga familiar dengan istilah-istilah yang disebutkan oleh narsum. Sekarang itu referensi ada dalam satu genggaman. Jangan hanya handphone-nya saja yang pintar, tapi kita sebagai pemiliknya harus pintar juga. Cari referensi sebanyak-banyaknya,” tegas Dyah.
Lanjut Dyah, moderator adalah salah satu kegiatan public speaking. Maka dari itu, moderator perlu menguasai banyak hal teknik public speaking. Seperti salah satunya adalah teknik penyampaian pesan agar pesan mudah tersampaikan pada audience.
“Semua orang dapat berbicara. Namun tidak semua orang enak didengarkan saat berbicara. Maka dari itu skill Public Speaking perlu diasah dan dilatih selalu,” jelasnya.
Dalam hal ini, Dyah menggarisbawahi tiga point penting dasar-dasar public speaking yang perlu diperhatikan oleh moderator. Yaitu Ethos, Pathos dan Logos.
Dyah mengatakan, Ethos adalah berbicara tentang penampilan yang berkaitan dengan etika dan estetika. Baik menjadi moderator online dan offline, penampilan perlu diperhatikan. Hal tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, dan misal untuk wanita adalah memperhatikan tata rias di wajahnya. Karena baik disadari atau tidak, moderator akan menjadi titik pusat perhatian, audience akan fokus memperhatikan saat moderator sedang berbicara.
“Saya memiliki prinsip. First Impression itu sangat diperlukan. Dalam hal ini, menurut saya cara berpakaian saya adalah berbicaa mengenai bagaimana saya menghargai diri saya sendiri. Kalau saya mampu menghargai diri saya, maka orang akan mudah menghargai saya. Jadi, jangan menyepelekan penampilan,” ujar Dyah.
Selanjutnya, pathos. Dyah menuturkan, pathos adalah bagaimana cara moderator menyampaikan kesan dan pesannya pada audience. Hal ini berkaitan dengan power, artikulasi, intonasi, naik turun nada dan irama, penekanan pada kata dan lain sebagainya. Sementara logos, adalah suatu bukti pengalaman yang dimiliki oleh moderator.
“Pathos itu penting juga kita perhatikan. Teknik dalam penyampaian pesan. Kalau kita sebagai moderator tidak bersemangat, loyo dalam menyampaikan pesan, bagaimana audiece kita akan semangat untuk mengikuti diskusi yang sedang dipandu,” tuturnya.
Selain itu, Dyah menuturkan berbagai macam hal yang perlu diperhatikan khusus pada saat bertugas menjadi moderator di suatu diskusi berbasis online, juga menjelaskan etika moderator. Salah satunya adalah, untuk menghargai narasumber dengan tidak bersikap arogan atau merasa yang paling tahu dan benar. Maksudnya, meski tahu isi dari materi yang sedang disampaikan, dalam etikanya moderator tetap harus memberikan kesempatan pada narasumber untuk menyampaikan atau menjelaskan materinya.
“Harus sadar bahwa posisi kita ketika menjadi seorang moderator ya bertugas memandu suatu diskusi, bukan untuk memberikan wawasan pada audience. Jangan sok tahu,” ungkap Dyah.
Di akhir materi Dyah menyampaikan bahwa, moderator itu bukan sekedar modal berani saat mendapatkan kepercayaan. Tapi juga perlu diikuti dengan skill yagn terus diasah, dan keinginan untuk terus belajar.